“Assalamualaikum, Tasawuf. Saya Penasaran…”

“Saya akan kembali mengosongkan gelas untuk bisa menampung kucuran ilmu baru ini. Siap? Harus siap. Berani? Tentu saja.”

Oleh: Afni Handayani

Mahasiswi Tasawuf-Psikoterapi

FAI-UMC

Tasawuf. Kata ini begitu ajaib di telinga saya. Belum pernah terbersit sama sekali di pikiran saya. Kata tersebut muncul ketika seorang sahabat menyodorkan brosur program studi S1 sebuah lembaga universitas ternama di kotaku, Cirebon. Aku tertarik, namun aku tidak terlalu cermat membacanya; hanya sepintas dan tidak terfokus pada kata “Tasawuf”. Aku pun memutuskan memilih prodi ini.  

Seiring waktu, perkuliahan semester awal pun berjalan. Dimulai dari perkenalan sesama mahasiswa, dosen dan mata kuliah, aku mulai  tersadar bahwa ada mata kuliah Akhlak-Tasawuf dari sekian mata kuliah dasar yang kuikuti.  Aku penasaran. Aku pun berusaha berseluncur di dunia maya untuk mencari, mencerna dan mengerti apa itu Tasawuf. Aku pun mulai  mengerti ternyata ada berbagai macam pengertian Tasawuf, mulai dari sisi bahasa, istilah, pendapat para ahli dan lain-lainnya. Secara personal, aku berhasil memaknai sendiri apa itu Tasawuf. Aku mulai mengerti bahwa Tasawuf ternyata ilmu untuk menjernihkan akhlak dan menyucikan jiwa.

Ada yang menarik ketika kata ‘menjernihkan’ muncul. Saya merenung. Saya melihat lagi ke dalam diri saya, introspeksi diri. Ternyata saya butuh ilmu tersebut. Kenapa saya? Sebab, saya sudah lama sekali tidak bersinggungan dengan ilmu keagamaan yang detail, rinci dan bisa mengisi jiwa dan mengisi kosongnya ruang di batin saya. Ketika ilmu tersebut butuh dimaknai lebih dalam, disitulah saya mulai makin tertarik.

Lebih-lebih, ketika saya mendapati beberapa pandangan negatif tentang tasawuf, saya justru tambah penasaran. Apakah sebegitu negatifnya ilmu ini di kalangan yang berpendapat  negatif? Bagi saya,  selama ini adalah ilmu, rasanya tidak aka ada ruginya bila kita mencerna dahulu, lalu memaknai dan mengatur diri kita terhadap ilmu tersebut.  Yang pasti, bagi saya,  ketika ilmu kita semakin bertambah, maka cara pandang kita akan semakin luas, dan bukankah ruang untuk ilmu itu tidak akan berbatas? Tidak ada yang tidak jika kita mau dan berusaha untuk segala hal, tentu dalam hal yang positif. Akan ada banyak hal yang pastinya terkuak dari kata Tasawuf tersebut. 

Tasawuf membuat rasa ingin tahu saya kian mendalam. Bagi saya, ini  ilmu baru dan dunia baru. Karenanya, saya akan kembali mengosongkan gelas untuk bisa menampung kucuran ilmu baru ini. Siap? Harus siap. Berani? Tentu saja. Malah seandainya ada yang lebih bisa menggambarkan dari sekadar kata berani, pasti kata tersebut yang akan saya pilih. Tertantang ? Sangat.

Sampai sejauh manakah saya bisa mencerna, memahami dan memaknai ilmu baru ini. Saya menanggap ini adalah medan pembaharuan untuk membuat diri saya menjadi lebih baik dan lebih bisa bermanfaat, entah itu untuk orang-orang di sekeliling saya, maupun di untuk masyarakat luas.

Satu hal yang menjadi tugas kecil kami sebagai mahasiswa Tasawuf-Psikoterapi:  memaknai dan mengubah perspektif kebanyakan orang tentang  ilmu tasawuf ini.  Lalu, bagaimana dengan kata Psikoterapi? Kelak, akan terjawab ketika saya mulai bisa mencerna, memahami dan mengurainya. Dan saya kian tidak sabar rasanya untuk menunggu waktu tersebut. Wallahu’alam bilshawab.

 

Leave a Reply